MEMBANGUN SUATU SISTIM PERTAHANAN EKSTERNAL DI PERBATASAN
DESKRIPSI KAWASAN
PERBATASAN INDONESIA
Negara
Indonesia dengan potensi yang dimilikinya menyimpan sejarah dan perjalanan
hidup yang cukup panjang. Sejarah mencatat bahwa Indonesia yang terletak di jalur
perdagangan laut internasional dan antar pulau, telah menjadi jalur pelayaran
antara India, Cina dan Eropa selama beberapa abad lalu menjadikan Indonesia
sebagai tempat yang ideal bagi kehidupan bangsa setidaknya Indonesia telah
menjadi daerah yang diminati bangsa lain sejak abad ke-8 SM. Indonesia memiliki
luas wilayah sebesar 7,7 juta kilometer persegi yang terdiri dari daratan seluas
1,9 juta kilometer persegi dan laut seluas 5,8 juta kilometer persegi. Berdasarkan
data geografis menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki
pulau sejumlah 17.504 pulau besar dan sekitar 9.634 pulau kecil, di antaranya
tidak berpenghuni. Luas wilayah perairan Indonesia mencapai 5,8 juta km2, serta
panjang garis pantainya mencapai 81.900 km2, dua pertiga dari
wilayah Indonesia adalah laut, implikasinya, hanya ada tiga perbatasan darat
dan sisanya adalah perbatasan laut. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan
10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand, Vietnam,
Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sedangkan untuk
wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni
Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste dengan panjang garis perbatasan darat secara keseluruhan
2914,1 km. (http://id.wikipedia.org/
wiki/Indonesia)
Melihat
kondisi geografi Indonesia dengan wilayah laut dan daratan yang sedemikian luas
tentunya membutuhkan sistem manajemen perbatasan yang terorganisir dan
profesional, baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Belum tuntasnya masalah
tapal batas serta timbulnya berbagai persoalan di perbatasan Indonesia-malaysia
akibat minimnya manajemen serta infrastruktur di kawasan perbatasan telah
menunjukan kurang optimalnya pengawasan dan pengamanan wilayah perbatasan
hingga dapat mengganggu tegaknya kedaulatan, kehormatan dan kewibawaan bangsa
Indonesia. Selama ini, tanggung jawab
pengelolaan wilayah perbatasan hanya bersifat koordinatif antar lembaga pemerintah,
departemen dan non departemen tanpa ada sebuah lembaga yang langsung
bertanggung jawab melakukan manajemen perbatasan secara terpadu bersama TNI dari
tingkat pusat hingga daerah. Bertolak dari latar belakang permasalahan tersebut
diatas maka dapat ditemukan identifikasi masalah sebagai berikut ;
Apa yang menjadi tolok ukur
profesionalisme Aparat TNI dalam melaksanakan tugas pengamanan wilayah
perbatasan Indonesia-Malaysia sesuai undang-undang guna mengantisipasi ataupun
mencegah konflik antar negara serta mengurangi ancaman terhadap kedaulatan
Negara ? Bagaimana upaya mengoptimalkan peran aparat TNI dalam rangka menjaga
kedaulatan Negara di Perbatasan RI-malaysia melalui pengembangan kantor bersama
otorita perbatasan? dan Apa pengaruh dominan aparat TNI dalam melaksanakan
tugas pengamanan perbatasan melalui Binter ?
Persoalan
diwilayah batas yang memisahkan satu negara dengan negara lain merupakan
permasalahan pelik dan massive yang dialami oleh bangsa ini. Tidak jarang
hampir disetiap negara sering terjadi konflik yang disebabkan oleh masalah
perbatasan. Di Indonesia sendiri perdagangan manusia (Human trafficking), pelintas batas, teroris dan penyelundupan
narkoba turut mempengaruhi kompleksnya masalah perbatasan. Pelanggaran
perbatasan diwilayah Indonesia-Malaysia yang berkaitan dengan batas suatu
negara sering kali terjadi dan dilakukan oleh tingkah laku politik salah satu
negara yang berkepentingan serta melibatkan warga masyarakat dan militer asing
di perbatasan termasuk tindakan merubah peta perbatasan yang dilakukan secara
sepihak oleh negara tersebut, hal ini mengindikasikan adanya upaya untuk
mengingkari komitmen yang telah ditetapkan berdasarkan batas yuridiksi
Internasional karena adanya kepentingan serta menginginkan sumber daya alam
wilayah Indonesia.
Persoalan
tersebut nampaknya tidak terhenti disitu saja, perambahan hutan dan pencurian
kayu yang terjadi turut mempengaruhi geografi bangsa serta kerugian dibidang
ekonomi dan implikasinya adalah timbulnya distorsi sendi kehidupan sosial
bangsa, terganggunya stabilitas dibidang ideologi, politik, sosial budaya serta
pertahanan dan keamanan. Apabila kita cermati atas segala kejadian maupun
konflik yang menimpa bangsa ini, tentunya kita tidak dapat menampik bahwa
pengaruh negara lain cukup dominan didalamnya, dan bangsa kita juga tidak terlalu
naïf untuk tidak menyadari hal tersebut, sehingga kita perlu konsolidasi guna
membenahi kedalam. Adanya gagasan maupun ide serta pemikiran perlu dimunculkan dan
didiskusikan untuk melahirkan konsep pemikiran sistem pertahanan dan keamanan Negara
dalam menghadapi ancaman melalui suatu konsep strategi sistem pertahanan
eksternal, sehingga tidak terjadi kesenjangan pemerintahan di wilayah
perbatasan.
Penanganan
masalah wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia saat ini dirasa tidak cukup, apabila
hanya ditangani oleh TNI semata, atau dilakukan hanya melalui pendekatan aspek
keamanan (Security Approach),
melainkan juga perlu adanya dukungan dan political
will dari pemerintah daerah setempat, untuk melaksanakan pembangunan melalui
pendekatan aspek kesejahteraan (Prosperity
Approach) terhadap kehidupan masyarakat wilayah perbatasan yang dinamis, dimana
terdapat komunitas masyarakat serta potensi wilayah didalamnya. Dengan melihat ketentuan
UU No 32/2004 tentang pemerintah daerah, bahwa tugas pembangunan dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat merupakan domain Pemerintah ataupun
Pemerintah daerah sedangkan pada ketentuan sebagaimana diatur dalam BAB V Pasal 9, UU No 43/2008 yang mengatur
kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah sebagai berikut :
“Pemerintah dan pemerintah daerah berwenang mengatur pengelolaan
dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan”.
Maka adanya ketentuan
tersebut diatas dapat dijadikan sebagai landasan bagi Pemerintah daerah untuk mengatur pengelolaan
dan pemanfaatan wilayah Negara kawasan perbatasan melalui pembangunan di
daerahnya. Demikian pula dengan ketentuan UU No 43/2008 tentang pembangunan kawasan perbatasan serta berbagai ketentuan
lainnya, yang seluruhnya dapat mendukung pemerintah daerah dan TNI untuk dapat mengembangkan
sistim manajemen pengamanan perbatasan secara
sinergis yang berorientasi pada aspek kesejahteraan (Prosperity Approach) dan keamanan (Security Approach) guna menutupi kesenjangan sinergitas pemerintahan.
Beberapa
pengamat menyoroti adanya kesenjangan ini, karena memang yang tampak selama ini,
bahwa pengelolaan wilayah perbatasan masih bersifat koordinatif antara TNI dan
Pemerintah daerah, masing-masing menjalankan amanat undang-undang yang sama, yaitu
pengelolaan wilayah perbatasan, hanya perbedaannya TNI mengelola wilayah
perbatasan pada aspek keamanan sedangkan pemerintah daerah dalam aspek
kesejahteraan, dan disinilah letak kesenjangan tersebut yang perlu secara disinergikan
menjadi pengelolaan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia yang aman, damai dan
sejahtera.
Tugas
TNI berdasarkan UU No 34/2004 ialah melaksanakan Operasi Militer untuk Perang
(OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan dalam tugas pengamanan
wilayah perbatasan ini pada hakikatnya TNI bertugas untuk membantu pemerintah melalui
Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dengan memberdayakan wilayah pertahanan serta
kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta. Sebagaimana
dimaksud pada UU No 3/2002 BAB I Ketentuan umum menjelaskan tentang Pertahanan
Negara sebagai berikut :
Pasal
1 ayat 1 “Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan
segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara”.
Serta
ayat 2, “Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat
semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional
lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan
secara total, terpadu, terarah dan berlanjut, untuk menegakkan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman”.
Ketentuan
tersebut menyoroti tentang sistim pertahanan Negara yang bersifat semesta,
dimana TNI-Rakyat memiliki tugas yang sama untuk membela Negara secara semesta dan
TNI sebagai komponen utama. Dalam konsep pengelolaan wilayah perbatasan yang
mengedepankan supremasi sipil dapat dilaksanakan dengan mengadopsi struktur organisasi
penugasan PBB (Persatuan Bangsa Bangsa), yaitu membentuk suatu kantor badan/lembaga
khusus yang bertugas menangani masalah wilayah perbatasan dalam konteks membangun
wilayah perbatasan aspek kesejahteraan dan aspek pertahanan dengan Pemerintah ataupun
pemerintah daerah sebagai unsur utama, serta TNI sebagai unsur lainnya dan
berada dalam satu struktur organisasi dibawah
kepemimpinan suatu lembaga dan bersifat penugasan, hal ini tentunya senada
dengan ketentuan Pasal 7 ayat (3) UU No 3/2002
“Sistem
pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga
pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk
dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari
kekuatan bangsa”.
Pada
pelaksanaan tugas OMSP yaitu menjaga wilayah perbatasan, TNI melaksanakan tugasnya dalam
Karakter professional, sebagai pemegang otoritas di kawasan perbatasan sesuai
undang- undang, maka perlu mendorong
pemerintah untuk membentuk sebuah kantor badan pengelola kawasan
perbatasan yang berfungsi mengelola wilayah perbatasan aspek pertahanan dan
kesejahteraan. Pengelolaan wilayah perbatasan dilaksanakan melalui pembentukan
kantor otoritas kawasan perbatasan di tingkat nasional dan daerah yang berfungsi untuk menyelenggarakan pengamanan
perbatasan, menangani masalah perbatasan, mengelola kawasan perbatasan,
mengembangkan perekonomian guna kesejahteraan masyarakat serta menegakkan
kedaulatan, kewibawaan dan kehormatan bangsa dengan melibatkan pemerintah pusat
dan daerah sebagai unsur utama serta TNI sebagai pengaman perbatasan Negara
yang diselenggarakan dalam suatu kegiatan terpadu kantor bersama setingkat
badan nasional yang dipimpin oleh perwakilan pemerintah pusat sebagai penentu
kebijakan guna mendukung perencanaan dan anggaran serta TNI sebagai pengaman
perbatasan dengan orientasi tugas pemberdayaan wilayah perbatasan.
Khususnya dalam konsep kegiatan, TNI
tidak lagi berfungsi sebagai kalak giat (Kepala pelaksana kegiatan) melainkan berfungsi
sebagai pelaksana. Dalam hal ini TNI hanya terfokus untuk melaksanakan tugas-tugas
pengamanan di wilayah perbatasan, sedangkan dalam kegiatan pembangunan yang
bersifat startegis, dapat disampaikan oleh TNI yang bertugas dalam organisasi
lembaga tersebut berupa saran kepada pimpinan kantor lembaga. Hal ini tentunya dapat
memudahkan penyaluran anggaran pengelolaan wilayah perbatasan yang didukung oleh
APBN maupun APBD setempat
Adanya
Kantor Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan atau yang disingkat BNPP serta kantor
Badan Pengelola Kawasan Perbatasan atau yang disingkat BPKP yang telah terbentuk
selama ini, belum dapat berjalan secara sinergis dengan TNI dalam pengelolaan wilayah
perbatasan aspek keamanan. Lembaga tersebut hanya dapat menyelenggarakan
pembangunan dalam aspek kesejahteraan semata, pertanyaannya apakah badan
tersebut dapat menyelenggarakan pertahanan ? demikian juga sebaliknya pamtas
TNI apakah bisa menyelenggarakan pembangunan aspek kesejahteraan ?. Pertanyaan
diatas memerlukan sinkronisasi pemikiran serta kebesaran hati bersama untuk
sama-sama menyadari akan tugas dan fungsi masing-masing berdasarkan
Undang-Undang dan dapat bekerja sama secara terpadu dalam penyelenggaraan
pertahanan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.